Indonesia di Jajah Bangsa Asing
Penjajahan Belanda
Selepas Syarikat Hindia Timur Belanda (SHTB)
menjadi muflis pada akhir abad ke-18 dan selepas penguasaan United
Kingdom yang singkat di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah
Belanda mengambil
alih pemilikan SHTB pada tahun 1816. Belanda berjaya menumpaskan sebuah
pemberontakan di Jawa dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830.
Selepas tahun 1830, sistem tanam paksa yang dikenali sebagai cultuurstelsel
dalam bahasa Belanda mula diamalkan. Dalam sistem ini,
para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan
pasaran dunia pada saat itu, seperti teh, kopi
dan sebagainya. Hasil-hasil tanaman itu kemudian dieksport ke luar
negara. Sistem ini memberikan kekayaan yang besar kepada para pelaksananya -
baik orang Belanda mahupun orang Indonesia. Sistem tanam paksa ini yang
merupakan monopoli
pemerintah dihapuskan pada masa yang lebih bebas selepas tahun 1870.
Pada tahun 1901, pihak Belanda
mengamalkan apa yang dipanggil mereka sebagai Politik Beretika (bahasa
Belanda: Ethische Politiek) yang termasuk perbelanjaan yang lebih
besar untuk mendidik orang-orang pribumi serta sedikit perubahan politik. Di bawah Gabenor
Jeneral J.B. van Heutsz, pemerintah
Hindia-Belanda memperpanjang tempoh penjajahan mereka secara langsung di
seluruh Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan asas untuk negara Indonesia
pada saat ini.
Pendudukan Jepang
Pada bulan Juli 1942, Sukarno menerima
tawaran Jepang untuk membentuk pemerintahan yang juga
dapat memberikan jawaban kepada keperluan-keperluan tentara Jepang. Sukarno, Mohammad
Hatta, dan Ki Bagus Hadikusumo dikurniakan pingat oleh maharaja Jepang pada
tahun 1943. Tetapi
pengalaman Indonesia dari pada penguasaan Jepang amat berbeda-beda, bergantung
kepada tempat duduk seseorang serta status sosialnya. Bagi mereka yang tinggal
di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan,
penahanan dan hukuman mati, serta kejahatan-kejahatan perang yang lain. Orang
Belanda dan orang kacukan Indonesia-Belanda merupakan sasaran yang utama untuk
kezaliman pada zaman penguasaan Jepang di Indonesia.
Pada bulan Maret 1945, Jepang membentuk Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan. Dalam mesyuarat pertamanya
pada bulan Mei, Soepomo
mencadangkan persepaduan negara dan membantah individualisme;
sementara itu, Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru
tersebut juga sekaligus menuntut Sarawak, Sabah, Tanah Melayu, Portugis Timur, dan seluruh wilayah
Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945, Sukarno, Hatta
dan Radjiman Widjodiningrat
terbang ke Vietnam
untuk bertemu dengan Terauchi. Akan tetapi mereka
diberitahu bahawa angkatan tentara Jepang sedang menuju ke arah kehancuran.
Kebangkitan Nasional Indonesia
Kebangkitan Nasional adalah Masa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan,
Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan
kemerdekaan Republik
Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda
dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua
peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi
Oetomo (20 Mei
1908) dan ikrar Sumpah
Pemuda (28
Oktober 1928).
Masa ini merupakan salah satu dampak politik
etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.
Tokoh-Tokoh
Tokoh-tokoh yang mempolopori Kebangkitan Nasional, antara lain yaitu :- Sutomo
- Gunawan
- Dr. Tjipto Mangunkusumo
- Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi Ki Hajar Dewantara)
- dr. Douwes Dekker dan Lain-Lain
Asal Usul Kebangkitan Nasional
Selanjutnya pada 1912 berdirilah Partai
Politik pertama Indische Partij. Pada tahun ini juga Haji
Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (Solo), KH Ahmad
Dahlan mendirikan Muhammadiyah (Yogyakarta)
dan Dwijo Sewoyo dan kawan-kawan
mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi
Poetra di Magelang.Suwardi
Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi
Poetera, menulis Als ik eens
Nederlander was (Seandainya aku orang Belanda), 20 Juli 1913 yang memprotes
keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan
Belanda di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan
Suwardi Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi
karena "boleh memilih", keduanya dibuang ke Negeri
Belanda. Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr. Tjipto
karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda.Saat ini, Tanggal berdirinya Boedi
Oetomo, 20 Mei,
dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Sumpah Pemuda
Sumpah Pemuda merupakan bukti otentik bahwa pada tanggal 28 oktober 1928 Bangsa
Indonesia dilahirkan, oleh karena itu seharusnya seluruh rakyat Indonesia
memperingati momentum 28 oktober sebagai hari lahirnya bangsa Indonesia, proses
kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang
selama ratusan tahun tertindas dibawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu,
kondisi ketertindasan inilah yang kemudia mendorong para pemuda pada saat itu
untuk membulatkan tekad demi Mengangkat Harkat dan Martabat Hidup Orang
Indonesia Asli, tekad inilah yang menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia
hingga berhasil mencapai kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus
1945.
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad
Yamin pada sebuah kertas ketika Mr. Sunario,
sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah
tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar
oleh Yamin.[1]
Isi
Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kongres Pemuda Indonesia Kedua
Gagasan penyelenggaraan Kongres
Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota
pelajar dari seluruh Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di
tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober
1928, di Gedung Katholieke
Jongenlingen Bond (KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam
sambutannya, ketua PPPI Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini
dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara
dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan
dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan
Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober
1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop,
membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro,
berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada
keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik
secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische
Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario
menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan.
Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari
pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin
dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Sebelum kongres ditutup
diperdengarkan lagu "Indonesia Raya" karya Wage Rudolf Supratman yang dimainkan dengan
biola saja tanpa syair, atas saran Sugondo kepada Supratman. Lagu tersebut
disambut dengan sangat meriah oleh peserta kongres. Kongres ditutup dengan
mengumumkan rumusan hasil kongres. Oleh para pemuda yang hadir, rumusan itu
diucapkan sebagai Sumpah Setia.
Peserta
Para peserta Kongres Pemuda II
ini berasal dari berbagai wakil organisasi pemuda yang ada pada waktu itu,
seperti Jong
Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak,
Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond,
Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll. Di antara mereka hadir
pula beberapa orang pemuda Tionghoa sebagai pengamat, yaitu Oey Kay Siang, John Lauw
Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie namun sampai saat ini tidak diketahui latar
belakang organisasi yang mengutus mereka. Sementara Kwee Thiam Hiong hadir
sebagai seorang wakil dari Jong Sumatranen Bond. Diprakarsai oleh AR Baswedan
pemuda keturunan arab di Indonesia mengadakan kongres di Semarang dan
mengumandangkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab.
Museum
Sumpah Pemuda
Bangunan di Jalan Kramat Raya
106, tempat dibacakannya Sumpah Pemuda, adalah sebuah rumah pondokan untuk
pelajar dan mahasiswa milik Sie Kok Liong
Gedung Kramat 106 sempat dipugar
Pemda DKI Jakarta 3
April-20 Mei
1973 dan diresmikan
Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada 20 Mei 1973 sebagai Gedung
Sumpah Pemuda. Gedung ini kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 20 Mei 1974. Dalam perjalanan
sejarah, Gedung Sumpah Pemuda pernah dikelola Pemda DKI Jakarta, dan saat ini
dikelola Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar